Ada Apa Dengan Tripsin?

Khaswar Syamsu
Pusat Kajian Sains Halal (Halal Science Center) IPB University

Akhir akhir ini tripsin menjadi trending topic di media termasuk media sosial karena diduga berasal dari pankreas babi dan digunakan dalam pembuatan salah satu merk vaksin covid19. Apa sesunggguhnya tripsin yang ramai dan menjadi polemik tersebut?.

Dalam proses kimia atau pun biokimia, umum digunakan katalisator atau disingkat dengan katalis. Katalis merupakan suatu zat yang mempercepat laju reaksi reaksi kimia pada suhu tertentu dengan cara menurunkan energi aktivasi suatu reaksi, tanpa mempengaruhi hasil reaksi (produk). Katalis untuk reaksi kimia organik atau biokimia umum disebut dengan biokatalis atau enzim. Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai biokatalis dalam suatu reaksi kimia organik atau reaksi biokimia.

Dalam proses sertifikasi halal produk makanan, minuman, obat obatan dan kosmetika, ada beberapa enzim yang sering ditemui, antara lain enzim amilase, protease, dan lipase. Enzim amilase termasuk amilo gluksidase atau gluko amilase berfungsi untuk mempercepat reaksi hidrolisisis pemecahan pati (polisakarida) menjadi oligosaksakarida, disakarida, dan berujung pada monosakarida yang merupakan monomer dari pati. Enzim ini misalnya digunakan dalam pembuatan maltodekstrin dan sirup glukosa. Enzim glucose isomerase digunakan untuk mengkonversi sirup gukosa menjadi sirup fruktosa. Enzim protease berfungsi untuk mempercepat reaksi pemecahan protein (polipeptida) menjadi peptida dan berujung menjadi asam amino yang merupakan monomer dari protein. Enzim ini misalnya digunakan dalam pemecahan protein menjadi peptone dan/atau asam amino. Sedangkan enzim lipase berfungsi mempercepat reaksi pemecahan lemak (trigliserida) menjadi digliserida, monogliserida, dan berujung kepada asam lemak dan glieserol yang merupakan komponen penyusun gliserida. Enzim ini misalnya digunakan dalam pembuatan emulsifier.

Berdasarkan sumbernya, enzim dapat berasal dari tanaman, hewan dan mikrobial. Sumber enzim protease yang populer berasal dari tanaman antara lain papain dari (getah) pepaya, dan bromelin dari (bonggol) nenas. Sedangkan enzim protease yang populer berasal dari hewan adalah rennin atau chymosin dalam pembuatan keju yang berasal dari lambung anak sapi, serta pepsin yang umumnya berasal dari sistem pencernaan babi dan tripsin yang umumnya berasal dari pankreas babi. Sedangkan secara industri, umumnya enzim diperoleh dari mikroorganisme karena pertumbuhan mikroorganisme yang relatif jauh lebih cepat sehingga menghasilkan produktivitas yang tinggi, serta mikroorganisme dapat direkayasa atau dimodifikasi untuk menghasilkan enzim rekombinan. Enzim rennin, misalnya, dapat dibuat secara mikrobial dan disebut sebagai enzim chymosin rekombinan. Karena enzim itu protein maka enzim yang lainpun dapat dibuat secara rekayasa genetika dengan menyelipkan gen dari hewan kedalam mikroba inang (host) untuk kemudian diekspresikan oleh mikroba tersebut menjadi enzim mikrobial rekombinan.

Tripsin yang menjadi trending topic merupakan enzim protease. Tripsin mengkatalis hidrolisis ikatan peptida pada protein sehingga memecah protein yang merupakan polipeptida menjadi peptida. Enzim ini sangat banyak digunakan dalam proses bioteknologis. Enzim tripsin ditemukan dalam sistem pencernaan hewan mamalia, umumnya dari pankreas babi. Beberapa produk bioteknologis, termasuk vaksin covid19 tertentu menggunakan tripsin dari pankreas babi pada beberapa step di hulu dalam proses pembuatan vaksin, yaitu dalam penyiapan inang virus, pembuatan media master seed dan working seed. Tripsin memang tidak digunakan dalam media produksi. Karena itu, keberadaan unsur babi ini tidak akan terdeteksi menggunakan analisis PCR pada produk akhir. Namun, keterlibatan unsur babi ini dapat diketahui dari penelusuran dokumen bahan yang digunakan (material traceability). Vaksin covid19 yang telah difatwakan haram oleh Komisi Fatwa MUI, berdasarkan dokumen yang valid, dapat dipastikan menggunakan tripsin dari pankreas babi, minimal dalam satu tahapan dalam proses produksi vaksin tersebut . Hal yang sama sesungguhnya juga pernah terjadi dalam fatwa haramnya produk salah satu produk MSG dan salah satu produk vaksin Maningitis beberapa waktu lalu. Jadi polemik yang terjadi sesungguhnya bukan pada ada atau tidak adanya keterlibatan enzim dari babi, tetapi kepada fatwa penggunaan unsur babi dalam pembuatan suatu produk.

Ada beberapa pendapat ulama fiqih dalam menyikapi keterlibatan unsur babi dalam proses produksi makanan, minuman, obat obatan dan kosmetika. Pendapat yang paling ringan adalah istihalah dimana perubahan unsur babi menjadi produk lain menghilangkan keharamannya. Pendapat ini misalnya menghalalkan kapsul yang terbuat dari gelatin babi. Pendapat kedua yang juga relatif ringan adalah istikhlak dimana tercampurnya bahan dari unsur babi dalam air hingga hilang bau, warna dan rasa bahan haram dan najis tersebut menghilangkan status keharaman campuran tersebut. Pendapat ini menghalalkan produk yang menggunakan unsur babi sepanjang tidak terdeteksi pada produk akhir. Pendapat ketiga adalah ikhtilath yaitu pencampuran antara bahan yang haram dan najis dengan yang halal. Dalam hal ini statusnya berbeda antara pencampuran suatu benda padat yang dapat dipisahkan bahan haram dan najisnya, dengan pencampuran dalam benda cair yang tidak dapat dipisahkan bahan haram dan najisnya. Dalam konteks keterlibatan unsur babi dalam media cair untuk produksi vaksin maka keseluruhan media cair tersebut menjadi haram walaupun tidak terdeteksi pada produk akhir. Pendapat keempat adalah intifa’ yaitu haramnya pemanfaatan atau penggunaan babi dan turunannya dalam pembuatan makanan, minuman, obat obatan dan kosmetika.

Majelis Ulama Indonesia yang tidak hanya memayungi satu organisasi masa Islam, tetapi memayungi semua organisasi masa Islam di Indonesia, dan dengan prinsip penuh kehati hatian mengambil pendapat yang paling ketat diantara pendapat pendapat fiqih tersebut. Komisi Fatwa MUI mengharamkan keterlibatan unsur dari babi dalam produksi makanan, minuman, obat obatan dan kosmetika berdasarkan kaidah ikhtilat dan intifa’ walapun tidak terdeteksi pada produk akhir.

Berdasarkan fatwa MUI tersebut maka LPPOM MUI menterjemahkan menjadi standar halal dalam Sistem Jaminan Halal (Halal Assurance System 23000) dimana salah satu kriteria dari 11 kriteria Sistem Jaminan Halal adalah Kemampuan Telusur (Traceability). Produk yang difatwakan sebagai produk halal adalah produk yang dalam proses pembuatannya dapat ditelusuri dan dibuktikan semua bahan yang digunakan adalah halal dan didukung oleh dokumen pendukung halal yang valid. Lebih dari itu, salah satu kriteria dalam Sistem Jaminan Halal, yaitu Kriteria Fasilitas tidak membolehkan fasilitas yang kontak langsung dengan bahan dan produk, dipakai bersamaan (sharing facility) untuk memproduksi produk halal dengan produk lain yang mengandung bahan babi atau turunannya.

Bagi industri vaksin, proses penggantian bahan dalam pembuatan vaksin tidak mudah. Karena itu, bagi industri vaksin, khususnya vaksin dalam negeri yang sedangkan dikembangkan, idealnya mempertimbangkan kehalalan bahan bahan yang digunakan sejak awal proses penelitian dan pengembangan vaksin.

Walapun Komisi Fatwa MUI memfatwakan haram terhadap vaksin covid19 merk tertentu (fatwa produk) namun MUI membolehkan pemakaian vaksin tersebut (fatwa penggunaan) dengan alasan kebutuhan yang mendesak dan darurat yang dapat beresiko fatal apabila tidak dilakukan vaksinasi. Kedaruratan terjadi karena ketersediaan vaksin halal yang ada tidak mencukupi kebutuhan untuk pelaksanaan vaksinasi covid19. Hal ini juga sesuai dengan surat Al Baqarah ayat 173 terkait kebolehan mengkonsumsi yang haram dalam kondisi darurat secara syar’i

Polemik ini semestinya tidak perlu terjadi. Vaksin covid19 yang difatwakan haram oleh MUI, silahkan digunakan oleh non-Islam yang memang tidak memerlukan kehalalal vaksin, atau oleh orang orang Islam yang mengikuti pendapat bahwa vaksin tersebut halal. Walaupun difatwakan haram oleh MUI, namun vaksin covid19 tersebut masih boleh digunakan dengan alasan darurat. Bagi orang Islam yang hati hati dan tidak meyakini kalau vaksin itu halal maka silahkan menggunakan vaksin yang telah difatwakan halal oleh MUI. Dengan demikian kita tidak membuang buang energi untuk polemik yang tidak diperlukan. Yang penting vaksinasi covid19 berjalan dengan sukses sehingga Indonesia dan dunia segera terbebas dari pandemi covid 19. Wallahualam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *